A. Tanaman Temu Lawak
Nama ilmiah temu lawak adalah Curcuma xanthorriza Roxb. Merupakan tanaman asli Indonesia, berasal dari Pulau Jawa. Selanjutnya, dari Pulau Jawa menyebar luas ke beberapa tempat di kawasan Indo-Malaysia yang menyebutnya dengan temu besar. Di Pasundan dikenal dengan sebutan koneng gede atau temu raya. Hal tersebut mungkin disebabkan rimpangnya yang besar dan tumbuhnya yang tinggi dan tegap. Sedangkan orang Madura menyebutkannya temo labak.
Temu lawak merupakan tanaman herba yang umur-nya mencapai tahunan. Tinggi tanaman 0,5-2,5 m. Batangnya merupakan batang semu yang terdiri atas gabungan beberapa pangkal daun yang berpadu. Daunnya berbentuk lancet memanjang seperti daun pisang di bagian ujungnya lancip berwarna hijau tua dengan garis-garis coklat. Pelepah-pelepah daunnya menutup seluruh batangnya.
Bunga temu lawak biasanya muncul dari samping batang semunya setelah tanaman cukup dewasa. Bunganya berukuran pendek dan lebar, warnanya putih atau kuning muda bercampur merah. Daun pelindung bunga berukuran besar.
Rimpangnya berukuran besar dan berbentuk bulat. Rimpang induk dapat memiliki banyak cabang sehingga bentuk keseluruhan rimpang beraneka ragam. Kulit luar rimpang berwarna cokelat lceme-rahan atau kuning tua. Jika dibelah, akan terlihat daging rimpang berwarna orange tua atau kecokelatan, beraroma tajam khas temu lawak, dan rasanya sangat pahit. Warna rimpang cabang biasanya lebih muda daripada rimpang induk.
B. Budi Daya Tanaman Temu Lawak
Temu lawak adalah tanaman asli Indonesia sehingga mudah sekali tumbuh dan berkembang biak di negara kita. Daerah dengan ketinggian berkisar antara 0-1.800 m dari permukaan air laut merupakan tempat yang cocok untuk membudidayakannya. Curah hujan daerah sebaiknya berkisar antara 1.500 - 4.000 m mm per tahun.
Temu lawak tidak terlalu sulit beradaptasi dengan kondisi lahan tanah. Lahan yang sudah sering dimanfaatkan hingga unsur haranya sudah sangat berkurang pun masih baik untuk ditanami temu lawak. Yang penting, lahan tidak terkena cahaya matahari secara langsung. Upaya untuk mencapai hasil yang optimal dalam budi daya temu lawak, sebaiknya menggunakan varietas unggul. Selain itu, perlu diperhatikan cara budi dayanya. Untuk melakukan penanaman yang baik, harus memperhatikan langkah-langkah berikut.
1. PembenihanPerbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara pemisahan rumpun dari tanaman yang sudah tua. Tetapi, penanaman dalam skala cukup luas sebaiknya menggunakan bibit asal rimpang. Siapkan bibit dari rimpang tanaman yang sudah berumur kurang lebih 9 bulan. Rimpang induk lebih bagus digunakan sebagai bibit dibandingkan dengan rimpang cabang.
Untuk memacu pertumbuhan tunas, rimpang yang baru dibongkar dapat dipendam dahulu pada tempat yang lembab, misalnya tanah yang ditimbun pasir. Setelah tunas tumbuh, rimpang dapat dipotong- potong. Pastikan bahwa setiap rimpang paling tidak memiliki 2 atau 3 mata tunas. Setelah tumbuh, rimpang dapat langsung ditanam di kebun atau di pekarangan rumah.
2. Persiapan LahanSebelum sampai pada tahap penanaman sebaiknya dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Tanah diolah sedemikian rupa agar gembur dan dibersihkan dari gulma. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara menggarpu dan mencangkul tanah sedalam 30 cm, dibersihkan dari ranting-ranting dan sisa-sisa tanaman yang sukar lapuk. Setelah tanah diolah dan digemburkan, dibuat sistem guludan atau dengan sistem paret. Pada guludan kemudian dibuat lubang untuk menanam.
3. Jarak TanamBenih temu lawak ditanam sedalam 5-7 cm dengan tunas meng- hadap ke atas, jangan sampai terbalik, karena dapat menghambat pertumbuhan. Jarak tanam yang digunakan adalah 60 cm x 60 cm.
4. PemupukanUpaya untuk membantu pertumbuhan tunas tanaman yang baik dan produksi yang optimal, kita harus melakukan pemupukan. Berikanlah pupuk kandang domba atau sapi yang sudah masak, diberikan 2-4 minggu sebelum tanam. Sedangkan dosis pupuk buatan TSP dan KC1 diberikan pada saat tanam. Pupuk Urea dan KCL dibagi dalam dua kali pemberian. Pemberian pertama pada saat awal tanam dan sisanya diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan. Pupuk TSP diberikan seluruhnya pada saat melakukan penanaman.
5. Pemeliharaan
Perlu dilakukan pemeliharaan agar tanaman dapat tumbuh, berkembang, dan berproduksi dengan baik. Tanaman yang sudah tumbuh harus dirawat dengan baik, apalagi saat tanaman masih muda. Lakukanlah penyiangan terhadap rerumputan atau tanaman yang tumbuh liar dan mengganggu pertumbuhan tanaman pokok. Penyiangan setelah umur 4 bulan harus dilakukan secara hati-hati supaya tidak merusak perakaran yang dapat menyebabkan masuknya bibit penyakit. Lakukanlah juga pembumbunan 2-3 kali dalam satu masa tanam sehingga pembentukan rimpang berjalan baik.
6. PanenSetelah berumur satu tahun, tanaman dapat segera dipanen. Panen untuk konsumsi dimulai pada umur 6 sampai 10 bulan. Akan tetapi, rimpang untuk benih ham bisa dipa-nen pada umur 10-12 bulan. Cara panen di¬lakukan dengan mem- IK ^Bllfck. bongkar seluruh rimpangnya menggunakan garpu, cangkul, kemudian tanah : ' yang menempel dibersihkan. Membersihkan rimpang 'tySP^^ dengan cara dicuci. Temu lawak sudah dapat langsung
dijual dalam bentuk rimpang
7. PascapanenTahapan pengolahan temu lawak meliputi penyortiran, pencucian, pengirisan, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan. Setelah panen, rimpang harus sesegera mungkin dibersihkan untuk meng- hilangkan kotoran yang berlebihan serta mikroorganisme yang tidak diinginkan. Rimpang dibersihkan dengan cara disemprot dengan air yang bertekanan tinggi, atau dicuci dengan tangan. Setelah pencucian, rimpang diangin-anginkan untuk mengeringkan air sisa proses pencucian. Untuk penjualan segar, temu lawak dapat langsung dikemas. Selain dijual dalam bentuk segar, temu lawak banyak diperdagangkan berupa simplisia. Cara membuat simplisia yang dalam dunia perdagangan disebut Curcumae xanthorizae rhizome sangat sederhana. Rimpang temu lawak mula-mula dicuci sampai bersih, kemudian diiris-iris. Simpan dalam wadah kemudian lakukanlah pengeringan secara tidak langsung, yaitu dijemur di tempat yang agak teduh. Dengan demikian, kadar minyak asiri simplisia ini tidak kurang dari 6% v/b.